Semalam saya mengobrol dengan keponakan saya, membahas tentang masalah motor. Membedakan apakah motor cina selamanya akan mendapat citra buruk dari konsumen Indonesia. Apakah motor happy dan minerva itu buatan cina atau bukan? Bukankah motor Happy mempunyai pabrik di Pakisaji, Malang, Jawa Timur? Itu bukan buatan Indonesia? Dan beberapa percakapan lainnya sembari menunggu kualifikasi MotoGP dimulai. Ketika muncul iklan Yamaha R25 di TV, saya bilang, "Mungkin seperti itu yang diharapkan orang ketika membeli motor ini ya. Bisa ngebut melewati jalan yang landai dan mulus. Tapi di Indonesia bukannya macet ada di mana-mana dan harga premium juga sebentar lagi naik."
Lalu keponakan saya menanggapi, "Wah ya gak mungkin lek bisa kayak gitu beneran, mas. Khayalan aja." Memang benar apa yang dikatakan ponakan saya, sebentar lagi harga bahan bakar minyak akan naik karena ada pengurangan subsidi, mungkin bahkan pencabutan subsidi oleh presiden yang baru, Joko Widodo. Tapi sesaat kemudian, terpikir di kepala saya, kenapa bukan harga rokok saja yang naik ya? Kalau harga bahan bakar yang dinaikkan kan sudah pasti rakyat sengsara. Tapi kalau harga rokok yang dinaikkan, pasti akan jauh lebih menguntungkan. Konsumsi rokok bisa berkurang dan masyarakat jadi lebih sehat kan?
Saya mengutarakan ide ini kepada keponakan saya. Dengan berdasar pada video yang saya lihat di youtube yang berjudul Vanguard: sex, lie, and cigarette, saya mensharing kenapa bukan harga rokok ssja yang dinaikkan. "Coba bayangkan, harga satu bungkus Marlboro adalah 12 dollar Amerika di rumahnya sendiri. Asumsi saya satu dollar sekitar sepuluh ribu rupiah, jadi kalau 12 dollar bukankah sekitar seratus dua puluh ribu? Itu harga yang akan membuat orang berpikir dua kali untuk merokok sehingga masyarakat kita menjadi lebih sehat", kata saya. "Tapi kalau seperti itu nanti pabrik rokok jadi bangkrut terus buruh-buruh pabriknya gimana, itu yang sampai sekarang masih jadi masalah", lanjut saya. "Gampang kalau seperti itu, mas", kata ponakan saya. Gampang??
Ternyata dari penjelasan ponakan saya yang kebetulan kuliah di pertanian Universitas Brawijaya Malang, tembakau mempunyai efek yang sangat bagus jika digunakan sebagai pestisida. Hal ini juga semakin menguatkan fakta bahwa tembakau itu tidak bagus untuk tubuh jika dimasukkan ke dalam tubuh dengan jumlah yang besar dan dalam jangka waktu yang lama. Lha wong tembakau itu sendiri bisa dijadikan racun untuk serangga. Dengan menggunakan tembakau sebagai pestisida, hilang sudah pestisida buatan yang berbasis kimia dari pasaran. Pestisida dari tembakau aman untuk tubuh manusia asalkan sayuran atau buah yang akan dikonsumsi dicuci terlebih dahulu. Dengan begini, petani tembakau justru malah akan ketambahan job, karena Indonesia sebagai negara tropis sangat cocok untuk menanam tembakau. Lalu bagaimana dengan pabrik rokok dan buruh-buruhnya? Itu lebih gampang. Tinggal ganti aja pabriknya dari pabrik rokok jadi pabrik pestisida. Tinggal dibelikan mesin, beres. Bagaimana? Apakah pemerintah yang akan datang berani seperti ini? Tidak lagi dikendalikan oleh rokok?